Aku tak lagi tinggal di tempat dengan julukan Kota Kembang tersebut, sekarang aku berada ribuan kilometer jauhnya dari sana. Di sebuah Negeri Skandinavia lah sekarang aku terdampar, jauh dari hangatnya gugusan pulau di nusantara yang indah. Swedia, negara yang berbaik hati menampungku sekarang sungguh tahu bagaimana memperlakukan aku sebagaimana mestinya. Mereka tidak menyimpanku di sembarang tempat, bahkan ketika ada temanku yang terdampar di tengah jalan raya, ada warga yang berbaik hati untuk menyelamatkannya dan mengembalikannya ke tempat dimana seharusnya dia berada.
Oleh warga disana, kami diajak berteman dan bekerja sama untuk membuat sesuatu yang bermanfaat. Aku dan teman-temanku dikumpulkan dengan baik, mereka kemudian meminta kami untuk bersedia dimanfaatkan energinya. Kami dibakar, untuk kemudian panas yang kami hasilkan mereka olah untuk membangkitkan energi dalam bentuk lain, yaitu listrik. Ketika gelap menyelimuti Negara Eropa Utara tersebut, energi yang kami hasilkan bisa dimanfaatkan untuk menerangi rumah-rumah mereka, pun bisa untuk menghidupkan penghangat elektronik ketika banyak keluarga yang sedang berusaha untuk berlindung dari serangan dingin yang mengintai di luar rumah.
Walaupun hancur terbakar, aku sangat bersyukur dapat menjadi hal yang bermanfaat disini, setidaknya aku sekarang tidak dijadikan kambing hitam lagi atas tragedi-tragedi yang terjadi seperti ketika aku berada di nusantara, terutama di Kota Kembang. Aku tidak lagi menjadi penyumbat saluran air yang mengakibatkan banjir di kota, aku bukannya ingin itu terjadi, tapi dulu memang tidak ada warga yang menolongku saat aku dan teman-temanku tersangkut diantara gorong-gorong yang menjadi aliran pembuangan air. Bukannya aku mau berkeliaran seenaknya di jalan raya sehingga mengganggu pemandangan kota, tapi memang tidak ada yang membantuku untuk masuk ke kotak dimana seharusnya aku berada.
Sekarang, setelah aku terdampar jauh ke negri orang asing ini, aku ingin berbagi cerita kepada masyarakat Kota Kembang yang sangat peduli dan mencintai kotanya, bahwasanya aku dan temanku bukanlah musuh dan sumber malapetaka bagi kalian. Kami bisa berteman dengan kalian, seperti yang dilakukan olehku dan warga Negara Nordik disini. Kalian bisa memanfaatkan kami sebagai sumber energi alternatif. Bagian terkecil dari kami pun, seperti plastik bekas bungkus permen, akan bisa sangat berguna bagi kalian, ketika kami ditempatkan dengan baik sebagaimana mestinya.
Aku yakin, aku dan teman-temanku bisa bekerja sama dengan baik bersama warga Kota Kembang. Bukan apa-apa, kami hanya bahagia apabila melihat kota yang kami singgahi itu berisi warga-warga yang tersenyum ramah dan tidak terganggu oleh keberadaan kami, karena kami memang ingin menjadi sahabat buat siapapun.
Dari Swedia, negeri yang mampu “memanfaatkan” potensiku dengan cukup baik ini, aku ingin mengirimkan pesan cinta kepada tempat asalku di kepulauan nusantara nun jauh disana. Negri ini sudah mampu mengubah aku dan teman-temanku disini menjadi sumber energi untuk kebutuhan warganya, bahkan mereka berani membeli dan meng-import teman-temanku dari Negara tetangganya, untuk kemudian “dibakar” disana, mengingat aku dan teman-temanku sudah cukup mampu memberikan manfaat bagi Negara mereka. Aku berharap, di nusantara sana, khususnya di Kota Kembang, teman-temanku pun mampu memberikan kontribusi yang sama layaknya kita disini. Namun untuk itu, teman-temanku membutuhkan kerja sama yang baik dengan warganya, warga yang mencintai kotanya sepenuh hati, yang ingin menjaganya dari kerusakan lingkungan akibat terlalu banyak kami yang berkeliaran di tempat yang tidak semestinya kami berada.
Dari Swedia, negeri yang berada puluhan ribu kilo jauhnya, selalu ada cinta untuk Bandung.
Oleh: Erwindra Rusli
Penulis juga sering meracau melalui akun twitter @erwindrarusli
Tulisan ini terinspirasi dari pemberitaan disini, tentang Negara Swedia yang kekurangan sampah.
sumber foto
|
|
|